Pemahaman evolusi dari aspek
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya
1. Domestikasi, Modifikasi dan Variasi
Domestikasi diartikan sebagai usaha untuk mengubah
tanaman dan hewan liar menjadi tanaman dan hewan yang dapat dikuasai dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia (Prawoto, 1986: 33).
Selama
perjalanan sejarah, semenjak babak manusia petani dan peternak, usaha
domestikasi telah dimulai. Hasilnya yang dapat kita jumpai hingga kini baik
melalui teknologi sederhana maupun tingkat tinggi antara lain adalah:
-
Berbagai
varietas tanaman padi
-
Berbagai
jenis anjing ras
-
Babi
-
‘Strain’
bakteri yang dapat menghasilkan protein sel tunggal (‘strain’ ini merupakan
hasil rekayasa genetika terutama yang telah dilakukan oleh negara-negara maju).
-
Dan
sebagainya.
Makhluk hidup seperti yang disebut di atas
seakan-akan telah mengalami penyimpangan dari takdir mereka sebagai
tanaman dan hewan liar sebagaimana mereka berasal. Terlebih-lebih lagi
penyimpangan terhadap takdir ini semakin jauh jika makhluk hidup yang baru
itu dihasilkan dari rekayasa genetika.
Ciri atau karakteristik makhluk hidup yang dapat
diketahui melalui indera kita disebut sebagai Fenotip, sebenarnya
merupakan pengejawantahan dari faktor-faktor bawaan atau faktor dalam disebut
sebagai Genotip, yang telah terpadu dengan faktor lingkungan. Jika
Fenotip dinyatakan sebagai P, Genotip sebagai G, dan lingkungan sebagai E, maka
salinghubungan antara faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan sebagai P = G + E.
Sebagai contoh, bunga dahlia yang tumbuh di
dataran tinggi mempunyai bunga yang amat menarik karena ukurannya besar dengan
daun-daun yang hijau lebat. Jika kita bertempat tinggal di dataran rendah ingin
sekali memiliki tanaman seperti itu tumbuh di halaman atau kebun rumah kita,
kekecewaanlah yang akan kita temui. Umbi dahlia yang diambil dari tanaman
dahlia yang berbunga besar dan berdaun hijau lebat itu setelah ditanam di kebun
kita pada akhirnya tumbuh menjadi tanaman dahlia berbunga kecil dan berdaun
kecil-kecil juga. Faktor penyebabnya adalah adanya perbedaan yang amat menyolok
yang disebabkan karena perbedaan beberapa kondisi di dataran tinggi yang
berbeda dengan di dataran rendah seperti: suhu udara, kelembaban udara,
kerapatan udara, dan juga tekstur dan struktur tanah, dan sebagainya, yang
kesemuanya itu merupakan faktor lingkungan. Jadi menurut rumus di atas adalah
E, sehingga pemunculan ciri (fenotip) tanaman dahlia di dua tempat tersebut
memang berbeda seperti rumus berikut:
-
Dataran
tinggi : P = G + E
-
Dataran
rendah : P’ = G + E’
Karena E
berbeda, biarpun G keduanya sama, maka P sebagai hasil interaksi antara G dan E
menjadi berbeda pula.
Seandainya kemudian tanaman dahlia
berbunga kecil itu telah menghasilkan alat reproduksi, umbinya ditumbuhkan
kembali di tempat asalnya, tumbuhlah tanaman seperti semula. Jadi ciri yang
tampak karena lingkungan yang berbeda itu hanya bersifat sementara, tidak baka
atau perubahan itu disebut sebagai modifikasi.
Pada populasi makhluk hidup kita
sering menjumpai individu-individu yang satu sama lain memiliki perbedaan sifat
pada bagian-bagian tubuh tertentu. Pada populasi manusia, misalnya, kita
mengenal empat macam golongan darah A, B, AB, dan O, setiap orang bergolongan
satu diantara empat golongan tersebut. Bila ditinjau secara genetik, perbedaan
golongan darah itu disebabkan oleh perbedaan genotip, yaitu pasangan alel gen
yang menentukan golongan darah seseorang. Perbedaan fenotip dalam populasi
makhluk hidup yang didasari oleh perbedaan genotipnya disebut sebagai variasi.
Evolusi pada hakekatnya perubahan yang
dialami oleh makhluk hidup pada tingkat populasi. Menurut Weisz (1965: 431)
puncak perubahan di dalam proses evolusi ini ditandai dengan terbentuknya
spesies baru dan jenis baru ini dalam kategori taksonomik menempati tingkatan
yang lebih tinggi dari pada jenis asalnya. Pembentukan jenis baru ini dikenal
dengan istilah spesiasi. Kumpulan makhluk hidup yang tergolong dalam
satu jenis dinamakan populasi yang bersama-sama memiliki unggun gena
(gen pool). Di dalam unggun gena satu dengan yang lain aliran gena (gen flow)
dengan perantaraan perkawinan (Interbreeding) dalam anggota populasi,
akan tetapi antar unggun gena satu dengan yang lain aliran gena tidak dapat
berlangsung. Hal ini berarti jika aliran gena tidak dapat berlangsung, maka
kedua makhluk hidup itu berbeda jenis atau antara keduanya memiliki unggun gena
yang berbeda. Oleh karena itu masalah utama tantang spesiasi adalah terjadinya
penghalang (barier) reproduktif antara makhluk hidup (Weisz, 1965: 431).
2. Ketergantungan Makhluk Hidup Pada Lingkungannya
Hubungan
antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dipelajari dalam cabang biologi yang disebut ekologi lingkungan pada
makhluk hidup pada dasarnya meliputi lingkungan fisik dan lingkungan biotik.
Lingkungan fisik antara lain meliputi keberadaan mineral, cahaya, kelembaban,
suhu dan keasaman (pH); sedangkan lingkungan biotik meliputi semua makhluk hidup, tumbuhan dan hewan, yang
mempunyai hubungan dengan makhluk hidup yang bersangkutan dalam komunitas
biotik.
Di dalam komunitas biotik makhluk hidup satu sama
lain tergantung, baik langsung maupun tidak langsung, selama perjalanan hidup
masing-masing. Biarpun antara sesama makhluk hidup itu saling tergantung,
mereka juga bersaing (berkompetisi) untuk memperoleh sumber daya yang menunjang
kehidupannya. Kompetisi ini dalam rangka memperoleh makanan, mineral dan air,
cahaya dan untuk wilayah kehidupannya (teritorial).
Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang hubungan
antara makhluk hidup dengan lingkungannya, dapat dipergunakan konsep-konsep
biologik tentang habitat dan relung (Nasia = niche). Habitat
adalah tempat kehidupan makhluk hidup di dalam komunitas biotik. Istilah
habitat dapat mengacu kepada wilayah yang luas, seperti padang pasir, perairan
laut atau wilayah yang sangat sempit seperti usus manusia sebagai tempat hidup
berbagai macam bakteri pembusuk. Maka boleh dikatakan bahwa habitat merupakan
“alamat” makhluk hidup dalam komunitas biotik.
Relung adalah tempat hidup yang sangat dibutuhkan
oleh makhluk hidup dalam melakukan fungsi-fungsi kehidupannya, sehingga relung
merupakan bagian yang lebih sempit dalam suatu habitat yang dan memiliki
kekhususan bagi makhluk hidup. Istilah relung mengacu pada peranan makhluk
hidup itu di dalam lingkungan biotiknya. Sebagai contoh dalam hal makanan,
pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimanakah cara makhluk hidup memperoleh
makanan, apakah mineral-mineral yang telah di serap oleh tumbuhan dapat
dikembalikan lagi ke lingkungan, apakah makhluk hidup itu sebagai produsen atau
konsumen? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membantu kita untuk
memahami istilah relung tersebut bila habitat boleh dipadankan (diasosiasikan)
dengan kata alamat, maka relung di padankan dengan kata profesi makhluk hidup
dalam lingkungan biotiknya. Oleh sebab itu, pengertian istilah relung selain
meliputi keadaan fisik dan kimia, juga meliputi faktor-faktor biotik yang
diperlukan oleh makhluk hidup untuk memelihara kehidupan dan perkembangbiakan
(Baker, 1968 : 228-229)
Kalau kita meninjau berbagai komunitas
biotik makhluk hidup, kita akan memperoleh kenyataan bahwa populasi-populasi
penyusun komunitas satu dengan komuunitas lainnya tidaklah sama. Disamping itu
seandainya antara komunitas satu dengan komunitas lainnya terdapat populasi
jenis tertentu yang sama pada kedua komunitas itu, biasanya distribusi
dan kelimpahan (abudance) populasi dalam keduanya tidak sama.
Dalam hal penyebaran (distribusi) dan kelimpahan makhluk hidup, ahli ekologi
kebangsaan Amerika, yaitu Shelford, mengemukakan sebuah hukum yang dikenal
sebagai hukum toleransi “kelimpahan atau penyebaran makhluk hidup dikontrol
(dipengaruhi) oleh faktor-faktor yang melebihi tingkat toleransi maksimum dan
minimum bagi makhluk hidup”. Faktor-faktor ini lebih dipusatkan pada keadaan
iklim, topografi dan kebutuhan-kebutuhan biologi tumbuhan dan hewan. Jadi
makhluk hidup dibatasioleh beberapa faktor yang berada di atas atau di bawah
tingkatan yang dibutuhkan olehnya. Keadaan tersebut mungkin berupa banyak atau
sedikitnya cahaya, tinggi atau rendahnya kelembaban udara, banyak atau
sedikitnya mineral yang terlarut dalam air tanah, banyak atau sedikitnya
predator dan cukup atau kurangnya tempat perlindungan diri, sedikit atau
berkecukupannya faktor-faktor yang membantu keseimbangan nutrien, banyak atau
sedikitnya makhluk hidup lain yang merupakan patogen, dan sebagainya.
Satu macam faktor sudah cukup menentukan untuk
dapat membatasi pertumbuhan makhluk hidup. Sebagai contoh andaikan kandungan
nitrogen di udara di atas sebidang sawah sangat sedikit, sedangkan cahaya, air,
dan zat kimia lainnya sebagai nutrien berlebihan. Tanaman padi di sawah itu
akan berhenti melakukan pertumbuhan setelah nitrogen habis dipergunakan,
walaupun faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk kehidupannya masih dalam keadaan berlebihan
dari tingkat kebutuhan yang diperlukan. Dalam keadaan seperti ini nitrogen
adalah faktor pembatas pertumbuhan. Hukum yang menyangkut faktor pembatas ini
dikemukakan oleh ahli botani berkebangsaan Jerman, Justin Liebig, sehingga
dikenal sebagai hukum minimum Leibig. Walaupun sebenarnya Leibig hidup 70 tahun
sebelum Shelford,namun karena adanya kemiripan antara kedua hukum tersebut,maka
kemudian di gabungkan menjadi hukum toleransi liebing-shelford: ”Keberadaan,
kelimpahan, atau distribusidi tentukan oleh satu atau beberapa faktor pembatas
yang terdapat dalam keadaan di atas atau di bawah tingkatan yang dibutuhkan
oleh makhluk hidup”. Tanaman dan hewan sangat bervariasi di dalam
rentangan (range) toleransi
terhadap faktor-faktor lingkungan yang berbeda.
Memperhatikan gambar 6.2 terlihat
bahwa antara daerah kematian dengan optimum merupakan tekanan (Stess)
lingkungan terhadap makhluk hidup. Sebagai akibat tekanan lingkungan berbagai
tingkat organisasi biotik dapat dipengaruhi.
Miller mengidentifikasikan berbagai pengaruh
tekanan lingkungan pada tingkat organisasi biotik adalah sebagai berikut
(Miller, 1982: 95) :
1. Pada tingkat Individu:
a. Perubahan Fisika dan kimia sel tubuh
b. Gangguan Mental
c. Sedikit
atau tidak sama sekal menghasilkan keturunan
d. Kerusakan genetik (Eefek mutagenik)
e. Kelainan cacat (efek teratogenik)
f. Timbulnya jaringan kanker (efek karsinogen)
g. Kematian
2. Pada tingkat Populasi
a. Penurunan ukuran populasi
b. Kenaikan ukuran populasi (jika predator alaminya
punah atau berkurang)
c. Perubahan sturktur umur (kematian yang tua, muda
atau yang lemah)
d. Seleksi alam dan terbentuknya idividu yang
memiliki gen-gen resinten terhadap perubahan lingkungan
e. Hilangnya keragaman genetik dan kemampuan adaptasi
f.
Kepunahan
populasi
3. Pada tingkat komunitas-ekosistem
a. Kekacauan dalam
aliran energi
- Perubahan dalam banyaknya input energi matahari
- Perubahan dalam banyaknya panas yang dihasilkan
- Perubahan jaringan-jaringan makanan dan pola
kompetensi
b. Gangguan dalam daur kimiawi
- Kebocoran sistem
(pergantian/perubahan dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka)
- Adanya zat-zat baru (terkena buatan manusia,
bahan-bahan sintetik)
c. Penyederhanaan
- Keragaman jenis menjadi redah
- Kehilangan kepekan jenis
- Makin terdesaknya habitat dan relung makhluk hidup
- Jaring-jaring makanan menjadi kurang kompleks
- Stabilitas menurun
- Kepunahan seluruh atau sebagian struktur dan
fungsi ekosistem
- Kembali
kepada tingkat awal suksesi
TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG, SAMPAI JUMPA
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berKomentar bisa dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan demi meningkatkan mutu artikel saya, terimakasih guys